Minggu, 10 Juli 2011

Persiapan Menyambut Ramadhan

Kita sudah memasuki bulan Rajab. Artinya, dua bulan lagi kita masuk ke bulan Ramadhan. Rajab termasuk bulan haram, yakni bulan yang dimuliakan Allah SWT.
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah:36).
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (Akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Ibnu ‘Abbas, melakukan maksiat pada bulan–bulan tersebut dosanya akan lebih besar dan amalan saleh (kebaikan) yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.
Menurut jumhur ulama, tidak ada shalat khusus pada bulan Rajab, juga tidak ada puasa khusus, karena tidak ada tuntunan dari Nabi Saw. Dalam  Majmu’ Al Fatawa disebutkan:
“Melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if), bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidak pernah menjadikan hadits-hadits itu sebagai sandaran. Bahkan, hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al-Fatawa, 25/290-291).
Banyak tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah riwayat dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan, “Ketika tiba bulan Rajab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengucapkan, “Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa Romadhon [Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan]“.”
Hadits itu dikeluarkan oleh Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Suniy dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah. Namun perlu diketahui bahwa hadits ini adalah hadits yang lemah (hadits dho’if) karena di dalamnya ada perowi yang bernama Zaidah bin Abi Ar Ruqod. Zaidah adalah munkarul hadits (banyak keliru dalam meriwayatkan hadits) sehingga hadits ini termasuk hadits dho’if. Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Imam Ahmad.
Ada sejumlah amalan yang biasa dilakukan pada bulan Rajab, namun tidak ada dalil dan tuntunannya dari Nabi Saw. Amaliahnya hanya bersandar hadits lemah bahkan palsu, seperti yang mereka sebut sebagai Shalat Alfiyah,  Shalat Umi Dawud, Shalat Raghaib (Shalat Itsna ‘Asyariyah), puasa sunnah khusus bulan Rajab (selain puasa sunnah Senin-Kamis atau Puasa Dawud).
Ihwal peringatan Isra’ Mi’raj pada malam 27 Rajab, sejauh ini tidak ada dalil sahih yang menentukan malam tersebut, begitu juga bulannya. Setiap hadits yang menentukan waktu terjadinya malam tersebut adalah hadits lemah menurut para ulama hadits.
Sekiranya ada dalil sahih yang menentukan waktu terjadinya Isra’ Mi’raj, maka tidak boleh bagi kaum muslimin mengkhususkannya dengan ibadah-ibadah tertentu yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, tidak ada hadits shahih yang menentukan pasti (waktunya) malam Isra’ Mi’raj, apakah di bulan Rajab atau selainnya. Setiap riwayat yang menentukan waktu terjadinya malam tersebut adalah lemah menurut para ulama hadits.
Jadi, apa yang harus dilakukan? Karena tidak ada petunjuk khusus dari Nabi Saw yang sahih (tidak ada shalat, puasa, atau amalah khusus untuk bulan Rajab dengan dalil yang sahih), maka sebaiknya setiap Muslim beramal secara umum saja, yakni meningkatkan iman dan amal kebaikan, sekaligus persiapan mental-spiritual dan persiapan program-program ”mendirikan” bulan Ramadhan (qoma Ramadhan). Wallahu a’lam bish-shawab. (Abu Faiz, dari berbagai sumber, termasuk Kitab Shahih Bukhari dan Muslim).*

Beberapa Keistimewaan Bulan Rajab

Beberapa Keistimewaan Bulan Rajab – Sahabat Pustakers sekalian, khususnya yang beragama Muslim, syukur alhamdulillah, Karena atas nikmat-Nya jualah sehingga kita bisa dipertemukan kembali dengan bulan yang berkah ini, Bulan Rajab. Beberapa keisitimewaan Bulan Rajab. Bulan Rajab merupakan penanggalan Hijriyah, Bulan Rajab adalah bulan ke- 7 pada penanggalan Hijriyah ini. Dalam hadist Rasulullah SAW, ada beberapa poit tentang keisitmewaan bulan Rajab, dan inilah beberapa point keistimewannya tersebut:
  1. Hendaklah kamu memuliakan bulan Rajab, niscaya Allah memuliakan kamu dengan seribu kemuliaan di hari Qiamat.
  2. Kelebihan bulan Rajab dari segala bulan ialah seperti kelebihan Al-Quran keatas semua kalam (perkataan).
  3. Puasa sehari dalam bulan Rajab seumpama puasa empat puluh tahun dan diberi minum air dari syurga.
    keistimewaan Bulan Rajab
  4. Bulan Rajab Syahrullah (bulan Allah), diampunkan dosa orang-orang yang meminta ampun dan bertaubat kepada-Nya. Puasa dalam bulan Rajab, wajib bagi yang ber puasa itua.Diampunkan dosa-dosanya yang lalu. Dipelihara Allah umurnya yang tinggal.Terlepas daripada dahaga di akhirat.
  5. Puasa pada awal Rajab, pertengahannya dan pada akhirnya, seperti puasa sebulan pahalanya.
  6. Siapa bersedekah dalam bulan Rajab, seperti bersedekah seribu dinar,dituliskan kepadanya pada setiap helai bulu roma jasadnya seribu kebajikan, diangkat seribu derjat, dihapus seribu kejahatan - “Dan barang siapa berpuasa pada tgl 27 Rajab/ Isra Mi’raj akan mendapat pahala seperti 5 tahun berpuasa.”
  7. Bulan Rajab bulan Allah, bulan Sya’ban bulanku, dan bulan Ramadhan bulan umatku.
  8. Kemuliaan Rajab dengan malam Isra’ Mi’rajnya, Sya’ban dengan malam nisfunya dan Ramadhan dengan Lailatul-Qadarnya.
  9. Puasa sehari dalam bulan Rajab mendapat syurga yang tertinggi (Firdaus).Puasa dua hari dilipatgandakan pahalanya.
  10. Puasa 3 hari pada bulan Rajab, dijadikan parit yang panjang yang menghalangnya ke neraka (panjangnya setahun perjalanan).
  11. Puasa 7 hari pada bulan Rajab, ditutup daripadanya 7 pintu neraka.
  12. Puasa 16 hari pada bulan Rajab akan dapat melihat wajah Allah di dalam syurga, dan menjadi orang yang pertama menziarahi Allah dalam syurga.
Demikianlah Beberapa keistimewaan bulan rajab, semoga kita sebagai ummat Islam memanfaatkannya, dan menjadi ummat yang terpilih dari ummat-ummat lainnya, Amien. [ps]

DOA BULAN RAJAB DAN RAMADHAN

Setiap kali memasuki Rajab, kita biasanya akan kembali mendengar sebuah doa yang sangat populer, baik melalui SMS, ataupun langsung dari penceramah dan muballigh. Sebuah doa yang menyiratkan kerinduan akan romadhon, doa tersebut adalah :
اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبارك لنا في رمضان
 “Ya Alloh berkahilah kami dibulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami kepada Bulan Ramadhan”

Doa tersebut banyak disandarkan dari Rasulullah SAW, dan dinyatakan sebagai kebiasaan Rasulullah SAW ketika memasuki bulan Rajab. Hadits yang memuat doa tersebut bertebaran di banyak kitab hadits, namun memang tidak didukung dengan kekuatan sanad yang baik.  Beberapa perawi yang meriwayatkan lafadz doa tersebut antara lain : Imam Ahmad  dalam Musnadnya , Ibn Sunny dalam “Amal Yaumi wal Lailah” , Imam Baihaqiy dalam Syu’abul Iman , Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, dan  AlBazar dalam Musnadnya.

Meskipun ada di beberapa kitab hadits, tetapi sanadnya tidak kuat, khususnya yang ada pada riwayat Imam Ahmad, dimana ada dua nama perawi masing-masing : Zaidah bin Abi Roqid dan Ziyad bin Abdullah, yang dilemahkan oleh imam ahlu hadits. Bahkan tentang Zaidah, seorang imam Bukhori pun menyatakan dengan lugas bahwa ia seorang munkarul hadits.

Hasil akhir penilaian para ulama memang menghukumi bahwa hadits ini adalah lemah sanadnya. Tak kurang Imam An-Nawawi dalam al Adzkar , adz Dzahabi didalam “Al Mizan” dan , Syeikh Ahmad Syakir, Syuaib al-Arnauth, dan Syeikh Albani menyebutkan hal yang sama dan tak jauh berbeda tentang lemahnya sanad hadits ini.

Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana dengan fenomena tersebarnya hadits tersebut dan hukum mengamalkannya ? Saya yakin hal ini menjadi pertanyaan sebagian besar mereka yang mempunyai semangat keislaman tinggi, serta penjagaan atas orisinalitas dalam hal ibadah. Untuk menjawab hal tersebut, setidaknya ada tiga hal yang bisa kita bahas secara objektif :

Pertama : Tentang Kebolehan Amal dengan Hadits Dhoif
Dalam khazanah pemikiran Islam, hadits dhoif tidak lantas kemudian ditinggalkan begitu saja dan menjadi tidak berguna begitu saja. Namun bisa digunakan khususnya terkait fadhoilul amal, motivasi (targhib dan tarhib), bukan dalam masalah halal haram apalagi keyakinan. Dalam hal ini memang ada perbedaan pandangan di antara ulama. Imam Nawawi dan sebagian ahlu hadits dan fuqoha yang lain memandang kebolehan menggunakan hadits dhoif dalam fadhoil amal.

Ibnu Hajar juga memperbolehkan untuk mengamalkan hadits dhaif dalam bidang targhib dan tarhib, tentu saja dengan syarat yang cukup selektif antara lain : tidak diriwayatkan oleh perawi yang pendusta, bukan termasuk amal perbuatan yang sama sekali tidak mempunyai asal/dasar, dan hendaknya dilakukan dengan tanpa meyakini bahwa hal tersebut adalah diperbuat oleh Rasulullah SAW.

Dengan keterangan di atas, maka melafalkan hadits doa bulan Rajab adalah boleh, sepanjang kita tidak meyakini bahwa hal tersebut benar-benar diucapkan oleh Rasulullah SAW, dan yang terpenting adalah memahami makna yang terkandung di dalamnya, sebagai bentuk motivasi dan pengingatan diri kita akan datangnya Ramadhan. Dan yang jelas, ketika menyampaikan kepada orang lain, hendaknya juga kita tekankan hal tersebut ; bahwa dari sisi riwayat hadits ini lemah, namun dari sisi makna harus kita ambil pelajaran dan motivasinya.

Kedua : Merindukan Ramadhan dengan Doa Mutlak dan Persiapan Amal 
Secara riwayat, hadits tentang doa di atas memang lemah. Namun kita semua pasti sepakat bahwa apa yang terkandung di dalamnya adalah kuat secara makna. Bagaimana tidak ? doa tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah gambaran sekaligus anjuran bagaimana kita menyambut dan merindukan ramadhan, bahkan lebih jauh lagi menyiapkan diri dan banyak hal untuk menyambut kedatangan bulan mulia tersebut.

Semangat dan kerinduan menyambut Ramadhan, adalah gambaran para sahabat secara umum dalam kesehariannya. Ibnu Rajab meriwayatkan bagaimana kondisi para sahabat Rasulullah SAW terkait Ramadhan :
كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَبْلُغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ
”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan. Kemudian mereka pun berdo’a selama 6 bulan agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima oleh-Nya.” (Kitab Lathaaiful Ma’arif ).

Maka hal inilah yang harus senantiasa kita utamakan dan ambil inspirasinya. Tidak hanya terjebak dalam lafal doa semata tanpa kesiapan riil dalam amal dan perbuatan. Syeikh Abdul Karim bin Abdulah al-Khudair pernah ditanya tentang seorang yang berdoa dengan “ Allahuma bariklana fi rojab wa sya’ban wa ballighna romadhon “. Maka beliau menjawab dengan tenang : Semoga Allah memberikan pahala kepadanya. Memang hadits (doa) ini tidak kuat, namun jika seorang muslim berdoa kepada Allah SWT agar menyampaikannya bulan Ramadhan, dan memberikan taufiq dalam mengamalkan puasa dan tarawih di dalamnya, dan mendapatkan lailatul qadar, atau berdoa dengan doa mutlak yang lainnya. Maka hal ini insya Allah boleh dan tidak mengapa.

Ibnu Rojab masih dalam kitab yang sama, ketika menjelaskan hadits di atas memberikan pelajaran agung kepada kita : Dalam hadits ini terdapat dalil tentang anjuran berdoa minta panjang usia agar mendapati waktu-waktu yang mulia, agar dapat menjalankan amal sholih di dalamnya. Sesungguhnya seorang muslim tidaklah bertambah usianya kecuali untuk kebaikan, dan sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan banyak amalnya.

Akhirnya, marilah kita tidak terjebak dalam lafadz doa hadits di atas. Yang mengamalkannya hendaknya mengetahui sejauh mana keyakinannya akan kekuatan hadits tersebut. Yang tidak sepakat, hendaknya menyadari ini wilayah perbedaan pendapat ulama sehingga sikap toleransi dan menghormati harus dijunjung tinggi. Dan yang lebih baik dari itu semua, menyiapkan diri dan semangat untuk memasuki ramadhan, tidak hanya dengan lafal doa saja, dan jika pun kita berdoa, maka bisa dengan rangkaian doa mutlak dan umum agar diberikan kesempatan dan kekuatan dalam memasuki bulan Ramadhan yang mulia. Wallahu a’lam.

SEJARAH PUASA

Ditulis oleh Dewan Asatidz   
Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu.
Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu.
Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
  1. Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta
  2. Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan Allah dalam Al-Qur'an, surat Maryam ayat 26 :
    "Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini" (Q.S. Maryam :26).
  3. Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.
  4. Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.

HIKMAH PUASA

Diwajibkannya puasa atas ummat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni merealisasikan ketakwaan kepada Allan swt. Sebagaimana yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 183:
"Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalain bertakwa."

Kadar takwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Al-Baqarah ayat 185 :
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu". Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan dengan menurunkan kenikmatan terbesar di dalamnya, yaitu al-Qur'an al-Karim yang akan menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga merupakan pengobat hati, rahmah bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta penenang jiwa-raga. Inilah nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore.

Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan?

Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan Ramadhan. Pendapat ini dilandaskan pada hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Mu'awiyah :
"Hari ini adalah hari Asyura', dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian. Siapa yang mau silahkan berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya."

Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai pendapat lain: bahwa puasa yang diwajibkan pertamakali atas umat Islam adalah puasa Asyura'. Setelah datang Ramadhan Asyura' dirombak (mansukh). Madzhab ini mengambil dalil hadisnya Ibn Umar dan Aisyah ra.: diriwayatkan dari Ibn 'Amr ra. bahwa Nabi saw. telah berpuasa hari Asyura' dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari itu. Dan ketika datang Ramadhan maka lantas puasa Asyura' beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu 'Amr) juga tidak berpuasa". (H.R. Bukhari).

"Diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa Asyura' pada masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa hari Asyura' sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Dan Rasul berkata, barang siapa ingin berpuasa Asyura' silahkan berpuasa, jika tidak juga tak apa-apa". (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pada masa-masa sebelumnya, Rasulullah biasa melakukan puasa Asyura' sejak sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai usai hijrah. Ketika hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa (Asyura'), beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan manyerukan ke ummatnya untuk melakukan puasa itu.

Hal ini sesuai dengan wahyu secara mutawattir (berkesinambungan) dan ijtihad yang tidak hanya berdasar hadis Ahaad (hadis yang diriwayatkan oleh tidak lebih dari satu orang). ”Ibn Abbas ra. meriwayatkan: ketika Nabi saw. sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi sedang melakukan puasa Asyura', lalu beliau bertanya: (puasa) apa ini? Mereka menjawab: ini adalah hari Nabi Saleh as., hari di mana Allah swt. memenangkan Bani Israel atas musuh-musuhnya, maka lantas Musa as. melakukan puasa pada hari itu. Lalu Nabi saw. berkata: aku lebih berhak atas Musa dari kalian. Lantas beliau melaksanakan puasa tersebut dan memerintahkan (kepada sahabat-sahabatnya) berpuasa. (HR. Bukhari).

Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriyah, maka lantas, sebagaimana madzhab Abi Hanifah, kewajiban puasa Asyura terombak (mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya, kewajiban puasa Ramadhan itu hanya merombak kesunatan puasa Asyura'.

Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan Al-qur'an, Sunnah, dan Ijma.
"Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda: Islam berdiri atas lima pilar: kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah (Makkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan."

Kata 'al-haj' (haji) didahulukan sebelum kata 'al-shaum' (puasa), itu menunjukkan pelaksanakaan haji lebih banyak menuntut pengorbanan waktu dan harta. Sedang dalam riwayat lain, kata 'al-shaum' didahulukan, karena kewajiban puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam) dari pada haji.

Kewajiban puasa Ramadhan sangat terang. Barang siapa yang mengingkari atau mengabaikan keberadaannya dia termasuk orang kafir, kecuali mereka yang hidup pada zaman Islam masih baru atau orang yang hidup jauh dari ulama.

DEFINISI PUASA

Secara etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Seperti yang ditunjukkan firman Allah, surat Maryam ayat 26 :
"Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah, bahwasanya aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". (Q.S. Maryam : 26)

Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenarnnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya'ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya'ban. Sesuai dengan hadits Nabi saw.

"Berpuasalah dengan karena kamu telah melihat bulan (ru'yat), dan berbukalah dengan berdasar ru'yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya'ban menjadi 30 hari."***

=================
Diambil dari buku "Pilar-pilar Islam dalam al-Sunnah" karya Prof. Dr. Umar Hasyim, oleh M. Rofiq Mu'allimin.

Nasehat Rasulullah SAW Menyambut Ramadhan

Selain memerintahkan shaum, dalam menyambut bulan Ramadhan, Rasulullah selalu memberikan beberapa nasehat dan pesan-pesan ketika memasuki bulan Ramadhan.
Wahai manusia, sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.
Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-NYA. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.
Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu di hari kiamat..... Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin.

Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.

Kasihilah anak-anak yatim
, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.

Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.
Wahai manusia, sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa) mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.
Ketahuilah! Allah ta’ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb al-alamin.
Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. (Sahabat-sahabat lain bertanya: “Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.”
Rasulullah meneruskan: “Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.”
Wahai manusia! Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.

Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat.

Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain.

Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.
Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu. Amirul mukminin k.w. berkata: “Aku berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?” Jawab Nabi: “Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah”.
Wahai manusia! sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu’.”
“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.”
“Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan ( syahrul muwasah ) dan bulan Allah memberikan rizqi kepada mukmin di dalamnya.”
“Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang.”
Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw, “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu.”
“Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa meringankan beban dari budak sahaya (termasuk di sini para pembantu rumah) niscaya Allah mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka.”
“Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya.”
“Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampun kepada-Nya . Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka.”
“Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga.” (HR. Ibnu Huzaimah).


Sumber : Puasa bersama Rasulullah, Pengarang : Ibnu Muhammad (Pustaka Al-Bayan Mizan)

KHOTBAH NABI S.A.W. MENYAMBUT RAMADHAN

"Sungguh telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh
keberkatan. Allah telah mewajibkan kepadamu puasa-Nya. Didalam bulan
Ramadhan dibuka segala pintu syurga dan dikunci segala pintu neraka dan
dibelenggu seluruh syaithan. Padanya ada suatu malam yang terlebih baik
dari seribu bulan. Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebaikan malam
itu, maka sesungguhnya dia telah dijauhkan dari kebajikan."
 
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan penghulu segala bulan, maka "Selamat datanglah" kepadanya."
 
Wahai manusia, sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkatan, bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu kewajiban, dan qiam dimalam harinya suatu tatawwu'.
Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan didalamnya samalah dia dengan orang yang menunaikan sesuatu fardhu didalam bulan yang lainnya. Barangsiapa menunaikan sesuatu fardhu dalam bulan Ramadhan samalah dia dengan orang yang mengerjakan tujuh puluh fardhu dibulan lainnya. Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu pahalanya adalah surga. Ramadhan itu adalah bulan memberikan pertulungan dan bulan Allah memberikan rezeki kepada mukmin didalamnya.
Barangsiapa memberikan makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, yang demikian itu adalah pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti yang diperoleh orang yang berpuasa. Allah memberikan pahala itu kepada orang yang memberikan walaupun sebutir korma, atau seteguk air, atau sehirup susu. Dialah bulan yang permulaannya Rahmah, pertengahannya ampunan, dan akhirnya kemerdekaan dari neraka. Barangsiapa yang meringankan beban seseorang (yang membantunya) niscaya Allah mengampuni dosanya. Oleh itu banyakkanlah yang empat perkara dibulan Ramadhan.
Dua perkara untuk mendatangkan keredhaan Tuhanmu dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya. Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya tiada tuhan melainkan Allah dan mohon ampun kepada-Nya.
Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan
perlindungan dari neraka. Barangsiapa memberi minum orang yang
berpuasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolamku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk kedalam surga."
(H.R.Ibnu Khuzaimah)