Minggu, 10 Juli 2011

Persiapan Menyambut Ramadhan

Kita sudah memasuki bulan Rajab. Artinya, dua bulan lagi kita masuk ke bulan Ramadhan. Rajab termasuk bulan haram, yakni bulan yang dimuliakan Allah SWT.
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah:36).
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (Akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Ibnu ‘Abbas, melakukan maksiat pada bulan–bulan tersebut dosanya akan lebih besar dan amalan saleh (kebaikan) yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.
Menurut jumhur ulama, tidak ada shalat khusus pada bulan Rajab, juga tidak ada puasa khusus, karena tidak ada tuntunan dari Nabi Saw. Dalam  Majmu’ Al Fatawa disebutkan:
“Melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if), bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidak pernah menjadikan hadits-hadits itu sebagai sandaran. Bahkan, hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al-Fatawa, 25/290-291).
Banyak tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah riwayat dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan, “Ketika tiba bulan Rajab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengucapkan, “Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa Romadhon [Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan]“.”
Hadits itu dikeluarkan oleh Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Suniy dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah. Namun perlu diketahui bahwa hadits ini adalah hadits yang lemah (hadits dho’if) karena di dalamnya ada perowi yang bernama Zaidah bin Abi Ar Ruqod. Zaidah adalah munkarul hadits (banyak keliru dalam meriwayatkan hadits) sehingga hadits ini termasuk hadits dho’if. Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Imam Ahmad.
Ada sejumlah amalan yang biasa dilakukan pada bulan Rajab, namun tidak ada dalil dan tuntunannya dari Nabi Saw. Amaliahnya hanya bersandar hadits lemah bahkan palsu, seperti yang mereka sebut sebagai Shalat Alfiyah,  Shalat Umi Dawud, Shalat Raghaib (Shalat Itsna ‘Asyariyah), puasa sunnah khusus bulan Rajab (selain puasa sunnah Senin-Kamis atau Puasa Dawud).
Ihwal peringatan Isra’ Mi’raj pada malam 27 Rajab, sejauh ini tidak ada dalil sahih yang menentukan malam tersebut, begitu juga bulannya. Setiap hadits yang menentukan waktu terjadinya malam tersebut adalah hadits lemah menurut para ulama hadits.
Sekiranya ada dalil sahih yang menentukan waktu terjadinya Isra’ Mi’raj, maka tidak boleh bagi kaum muslimin mengkhususkannya dengan ibadah-ibadah tertentu yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, tidak ada hadits shahih yang menentukan pasti (waktunya) malam Isra’ Mi’raj, apakah di bulan Rajab atau selainnya. Setiap riwayat yang menentukan waktu terjadinya malam tersebut adalah lemah menurut para ulama hadits.
Jadi, apa yang harus dilakukan? Karena tidak ada petunjuk khusus dari Nabi Saw yang sahih (tidak ada shalat, puasa, atau amalah khusus untuk bulan Rajab dengan dalil yang sahih), maka sebaiknya setiap Muslim beramal secara umum saja, yakni meningkatkan iman dan amal kebaikan, sekaligus persiapan mental-spiritual dan persiapan program-program ”mendirikan” bulan Ramadhan (qoma Ramadhan). Wallahu a’lam bish-shawab. (Abu Faiz, dari berbagai sumber, termasuk Kitab Shahih Bukhari dan Muslim).*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar